Banyak orang beranggapan bahwa
tradisional dan modern adalah dua hal yang saling berlawanan membentuk oposisi
biner. Hal tersebut kemudian memicu anggapan bahwa tradisional adalah
hal-hal yang berbau kuno dan tidak dapat menyesuaikan dengan perkembangan
zaman, sedangkan modern mengacu kepada sifat-sifat yang terbarukan (up to
date) dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian,
maka yang tradisional dianggap akan tergilas dengan yang modern. Pada kasus
perkembangan seni, banyak orang menganggap bahwa kesenian tradisional akan
kalah dengan kesenian modern karena kesenian modern dianggap lebih mampu dalam
hal memuaskan jiwa atau batin masyarakat. Kesenian modern diartikan sebagai
seni yang lahir mengikuti gerak zaman dan selalu kontemporer (terbarukan).
Terdapat kesenian tradisional
yang pendukungnya masih banyak, tetapi terdapat pula kesenian tradisional yang
pendukungnya mulai surut. Kondisi semacam ini bukanlah hal yang mengkhawatirkan
karena merupakan sesuatu yang alamiah (sunatullah). Hanya kesenian yang
mampu beradaptasi dengan perubahanlah yang akan tetap eksis. Adaptasi dengan
perubahan zaman biasanya dilakukan dengan melakukan modifikasi agar sesuai
dengan tuntutan zaman. Dan yang lebih penting, sebagaimana definisi yang dibuat
oleh Kasim Achmad, eksistensi kesenian tradisional sangat tergantung kepada
bagaimana generasi tua dalam menyiapkan generasi penerus yang akan mengelola
kesenian tradisional tersebut di kemudian hari. Jika mereka tidak menyiapkan
regenerasi kesenian tradisional dengan baik, terutama untuk para pemainnya,
maka masa depan kesenian tradisional tersebut akan terancam.
Hal itu terjadi karena, tampaknya
dewasa ini dunia seni pertunjukan tradisi kita dihadapkan pada
persoalan-persoalan riil yang belum sepenuhnya dapat terjawab atau
terselesaikan dengan baik. Persoalan-persoalan tersebut antara lain: pertama,
belum teridentifikasi dengan baik berbagai masalah riil yang dihadapi oleh para
pelaku seni pertunjukan tradisi di Indonesia. Kalaupun ada, informasi-informasi
itu masih berserakan dan belum tersusun dengan baik, rapi, serta terpadu.
Misalnya, informasi mengenai problem seni pertunjukan tradisi di Indonesia yang
dibundel dalam satu laporan penelitian atau survei. Kedua, oleh karena
minimnya informasi yang lengkap itu, maka problem lain seperti bagaimana
seharusnya pemerintah memfasilitasi dan memberi ruang bagi pengembangan program
bagi para pelaku seni pertunjukan tradisi juga kurang dapat terpecahkan. Belum
lagi mengenai pertanyaan bagaimana kemudian stakeholders dapat berperan
untuk, sebagai contoh nyata, mengembangkan seni pertunjukan tradisi demi
kepentingan industri budaya dan/atau pariwisata di Indonesia.
Anggapan di atas tentu saja bisa
benar dan bisa pula salah. Menjadi benar jika kita melihat realitas di lapangan
bahwa sebagian besar kesenian yang lahir pada masa lalu dan dianggap sebagai
seni tradisional, sebagian telah mengalami kekurangan pendukung, sehingga ada
kekhawatiran akan mengalami kepunahan. Sementara di sisi lain, generasi yang
lahir belakangan telah melahirkan kesenian baru yang sama sekali berbeda dengan
kesenian sebelumnya, dan memiliki pendukung yang jauh lebih banyak dan lebih
eksis. Kondisi semacam itu oleh sebagian kalangan dianggap mengkhawatirkan,
karena jika pendukung kesenian tradisional terus mengalami kemerosotan maka
kesenian tersebut betul-betul akan punah ditelan zaman.
bagus sekali info yang di berikan
ReplyDeletetambah betah blog agan
terimakasih info nya