The Hunger Games |
Ketika
The Hunger Games dirilis tahun lalu, kita dengan sesegera mungkin
membandingkannya dengan seri film The Twilight Saga. Tidak aneh memang, selain karena kedua jalan ceritanya dipimpin oleh sosok karakter utama wanita
yang begitu dominan, baik The Hunger Games dan seri film The Twilight Saga
(2008 – 2012) juga melibatkan jalinan kisah cinta segitiga yang, tentu saja,
tampil begitu menggiurkan bagi kalangan penonton young adult yang memang
menjadi target penonton utama bagi kedua seri film ini.
Meskipun begitu, The
Hunger Games kemudian membuktikan kekuatannya ketika berhadapan dengan faktor kritikal maupun komersial: The Hunger
Games tidak hanya mampu menarik perhatian penonton dalam skala besar – total
pendapatan sebesar lebih dari US$ 691 juta dari biaya produksi yang “hanya”
mencapai US$78 juta – namun juga berhasil meraih pujian luas dari para kritikus
film dunia, khususnya atas susunan cerita yang lebih kompleks dan menegangkan
daripada The Twilight Saga serta penampilan Jennifer Lawrence yang begitu
memikat.
The
Hunger Games: Catching Fire sendiri merupakan sekuel pertama bagi The Hunger
Games yang juga masih diadaptasi dari seri novel berjudul sama karya Suzanne
Collins. Beberapa perubahan terjadi dalam proses produksi film ini. Kursi penyutradaraan
The Hunger Games: Catching Fire kini diduduki oleh Francis Lawrence (Water for
Elephants, 2011) yang menggantikan posisi Gary Ross. Dan, yang membuat The
Hunger Games: Catching Fire tampil lebih menjanjikan, naskah ceritanya kini
ditangani oleh dua penulis naskah kaliber Academy Awards, Simon Beaufoy (127
Hours, 2010) dan Michael Arndt (Toy Story 3, 2010). Deretan nama-nama baru
dalam proses produksi The Hunger Games: Catching Fire ternyata mampu memberikan
nafas baru yang sangat menyegarkan bagi film ini. Tidak hanya tampil lebih baik
dalam bercerita dari seri pendahulunya, The Hunger Games: Catching Fire juga
terasa lebih padat dan kuat dalam mencengkeram sisi emosional penontonnya – hal
yang mungkin tidak akan pernah dibayangkan kebanyakan orang untuk datang dari
sebuah seri film yang dianggap sebagai pengganti posisi seri film The Twilight
Saga.
Kisah
trilogi The Hunger Games berlanjut ketika Katniss Everdeen, bersama teman satu
distriknya, Peeta Mellark, berhasil mengelabui Capitol dan memenangkan The
Hunger Games. Catching Fire menceritakan kehidupan Katniss setelah ia menjadi
pemenang dan merasakan kemewahan yang diberikan oleh Capitol padanya dan Peeta.
Namun Katniss dan Peeta tidak merasa senang, melainkan menyesal dan merasa
berdosa karena menyebabkan peserta lainnya tidak selamat. Perasaan menyesal itu
bertambah ketika Tur Kemenangan keliling Distrik diadakan, dimana Katniss dan
Peeta harus berhadapan dengan keluarga peserta yang tidak selamat di Arena dan
menyampaikan permintaan maaf kepada penduduk distrik yang telah kehilangan
slaah satu anggota distriknya.
Katniss dan Peeta |
Capitol
yang sebelumnya marah akibat perlakuan Katniss dan Peeta yang mengelabui mereka
dalam Games, jadi semakin panas. Mereka menganggap Katniss dan Peeta telah memulai
pemberontakan. Maka di tahun berikutnya, Capitol mengadakan Quarter Quell
(perayaan The Hunger Games ke 75) dan berbeda dengan tahun sebelumnya, Capitol
memutuskan untuk mengambil peserta dari para Pemenang The Hunger Games yang
masih hidup. Katniss dan Peeta, yang belum selesai menghadapi trauma pasca
games, diharuskan untuk ikut dalam perayaan tersebut dan kembali ke Arena untuk
bertarung sampai mati melawan Pemenang Hunger Games ditahun-tahun sebelumnya.
Keberadaan
Simon Beaufoy dan Michael Arndt dalam departemen penulisan naskah The Hunger
Games: Catching Fire jelas memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi
peningkatan kualitas jalan cerita film ini. Jika jalan cerita The Hunger Games
sepertinya lebih berusaha untuk memberikan fokus pada kisah asmara yang
terbentuk antara karakter Katniss dan Peeta – dengan hubungan antara karakter Katniss
dan Gale menjadi kisah bayangannya, maka The Hunger Games: Catching Fire jelas
memberikan ruang yang lebih luas bagi elemen-elemen penceritaan lain untuk
dapat berkembang. Jangan salah. Romansa yang terbentuk antara ketiga karakter
tersebut masih dihadirkan dalam penceritaan The Hunger Games: Catching Fire.
Hanya saja, daripada menjadikannya sebagai sebuah sajian utama, Beaufoy dan
Arndt memilih untuk menyajikan kisah romansa tersebut sebagai bagian tidak
terpisahkan dari sebuah jalinan kisah yang lebih universal lagi. Keterikatan
antara kisah romansa dengan elemen-elemen penceritaan lain dalam jalan cerita
The Hunger Games: Catching Fire inilah yang membuat film ini mampu bercerita
lebih kuat dan jauh, jauh lebih emosional dibandingkan dengan The Hunger Games.
Tidak
hanya dari sisi cerita. Beaufoy dan Arndt juga berhasil memberikan pendalaman
karakter yang lebih luas bagi banyak karakter pendukung. Lihat bagaimana
karakter Effie Trinket (Elizabeth Banks) yang kini tampak lebih humanis
daripada sebelumnya. Atau karakter Gale dan Primrose Everdeen (Willow Shields)
yang diberikan ruang yang lebih luas untuk bercerita. Keberhasilan Beaufoy dan
Arndt untuk membangun susunan cerita yang lebih padat dan berisi kemudian
mendapatkan eksekusi yang begitu cerdas dari Francis Lawrence. Lawrence
menggarap The Hunger Games: Catching Fire secara perlahan dengan memberikan
ruang yang cukup bagi penonton untuk mencerna apa yang telah terjadi dalam seri
sebelumnya sekaligus memberikan gambaran mengenai insiden yang akan berjalan di
seri ini.
Ritme penceritaan memang terasa berjalan lamban di awal film. Namun
hal itu kemudian berubah dan terasa berjalan begitu cepat ketika The Hunger
Games: Catching Fire telah menginjak konflik utamanya. Paduan penceritaan dan
pengarahan yang padat inilah yang kemudian berhasil membuat The Hunger Games:
Catching Fire tampil begitu emosional sekaligus menegangkan – bahkan akan
berhasil membuat penonton menggeram di kursi mereka ketika film ini berakhir
dan menyadari bahwa lanjutan kisah berikutnya baru akan hadir setahun kemudian.
Jennifer Lawrence |
And
let’s talk about Jennifer Lawrence. Lawrence adalah bintang utama dalam
presentasi kisah The Hunger Games: Catching Fire dan Lawrence berhasil menarik
seluruh perhatian penonton untuk tertuju padanya setiap kehadiran karakter
Katniss Everdeen di dalam jalan cerita. Karakter Katniss Everdeen jelas adalah
sosok karakter yang begitu istimewa – tidak pernah digambarkan sebagai seorang
pahlawan yang berusaha untuk menyelamatkan semua orang yang membutuhkan namun dengan
kepribadiannya berhasil menggerakkan semua orang untuk menjadi pahlawan bagi
diri mereka sendiri. Sosok karakter yang kuat dan rapuh di saat yang bersamaan.
Lawrence dengan penuh kesungguhan menghidupkan karakter tersebut dengan baik
dan sangat, sangat mengesankan.
Tidak
hanya Lawrence, barisan pemeran pendukung dalam The Hunger Games: Catching Fire
juga tampil lugas dalam memerankan karakter yang mereka perankan. Diantara para
pemeran pendukung tersebut, Philip Seymour Hoffman, Sam Claflin dan Jena Malone
berhasil tampil mencuri perhatian dalam penampilan akting mereka yang sangat
kuat. The Hunger Games: Catching Fire juga didukung dengan kualitas tatanan
produksi yang maksimal. Sinematografi arahan Jo Willems mampu memberikan
deretan gambar yang begitu nyaman untuk disaksikan. Tata musik arahan James
Newton Howard juga berhasil memberikan tambahan emosional bagi banyak adegan
yang hadir dalam penceritaan The Hunger Games: Catching Fire.
Hadirnya
Francis Lawrence, Simon Beaufoy dan Michael Arndt ternyata mampu mengangkat
kualitas presentasi cerita dan pengarahan dari The Hunger Games: Catching Fire.
Berkat jalinan cerita yang padat dari Beaufoy dan Arndt, The Hunger Games:
Catching Fire tidak lagi terasa sebagai sebuah seri penceritaan yang berusaha menyenangkan
para penonton young adult saja. Beaufoy dan Arndt memastikan bahwa penceritaan
dari seri The Hunger Games turut bertambah dewasa seiring dengan berlanjutnya
penceritaan seri film ini. Di kursi penyutradaraan, Lawrence mampu mengarahkan
jalan ceritanya dengan sangat solid, menggarap cerita The Hunger Games:
Catching Fire dengan ritme penceritaan yang tepat sekaligus mendapatkan
penampilan akting terbaik dari jajaran pengisi departemen aktingnya, khususnya
Jennifer Lawrence yang sekali lagi tampil begitu bersinar sebagai Katniss
Everdeen.
Sulit untuk membayangkan bagaimana seri berikut dari The Hunger Games
akan mampu menyaingi penampilan kualitas dari The Hunger Games: Catching Fire.
Sebuah sajian yang tetap menghibur namun lebih padat berisi dalam penyampaiannya.
Intinya ini film sangat seru dan menghibur.
dibandingkan dengan twilight saga? Twilight saga aja belum pernah nonton meski cuma bajakannya. :D
ReplyDeletega tahu kenapa, padahal ga pernah mengkhususkan genre.
kayaknya kakak ini senengnya film bollywood ya, hehe
Deleteane sukanya film animasi. Detective conan the movie, Cars, Chicken Little, Cloudy with a Chance of Meatballs, dll :D
DeleteBanyak yang bilang filmnya bagus tapi kebetulan belom nonton hahahaha
ReplyDeletebagus kok filmnya, cuman belum greget, soalnya masih ada lanjutannya lagi
DeleteUS $ 691 juta, untungnya banyak banget. Kalo di Indonesia kebanyakan yang "rugi bandar".
ReplyDeletelagian film Indonesia kebanyakan horor plus-plusan, tapi semakin ke sini film seperti itu udah mulai berkurang. Maju terus Indonesia!
DeleteWuihhh panjang banget riviyu nya,,,,,, baru tahu kalo trilogi....*nunggu
ReplyDeleteKalau mau download film yang mudah ke blog ane ya bro....
Kita duel di LBI tapi berteman di kolom komentar ha ha ha
wah...wah..wah lawan malah ikut komen juga nih, ha ha
Deletesengaja panjang soalnya ini film seru
yg hunger game itu..sedrai dulu mupeng pengen nonton tp keburu turun dulu dari studionya deh
ReplyDeletekasian mba ini, wkwk
DeleteTwilight Saga? Maksudnya Twilight yang film vampire itu? Duh saya gak hapal film Hollywood Mas, saya taunya horor Indonesia wkwk.. *selera yang parah*
ReplyDeletehahaha, mbak ini ternyata pecinta produk dalam negeri toh, Lanjutkan!
Deletedan begitu ditonton ternyata endingnya ngambang,, lebih menarik di sekuel Hunger Games yang pertama.
ReplyDeletehttp://mbaheariel.blogspot.com/2014/02/makanan-modern-sehat-di-perut-tak-sehat.html
ya itulah, kurang greget, kayaknya yang paling seru itu yang ketiganya,
Delete